
Kebohongan ini menjadi salah satu alasan utama Valyano dikeluarkan dari SPN.
BACA JUGA:Misi Berani Polisi Peru! 123 Perempuan dan Anak Terbebas dari Perbudakan Seks oleh Geng Keji
BACA JUGA:Kebakaran Gedung Kementerian ATR/BPN, Polisi Masih Selidiki Penyebabnya
Selain memberikan keterangan palsu, Valyano juga disebut sering bolos saat menjalani pendidikan di SPN Polda Jabar.
Dari data yang diungkap dalam rapat DPR, Valyano tidak mengikuti pelajaran sebanyak 232 jam pelajaran atau sekitar 19,33% dari total jam yang ditentukan.
Padahal, aturan SPN menyebutkan bahwa siswa yang tidak mengikuti lebih dari 12% jam pelajaran bisa dikenakan sanksi berat, termasuk dikeluarkan dari pendidikan.
"Kami menemukan bahwa yang bersangkutan tidak mengikuti pelajaran kelas sebanyak 132 jam (11%) dan pelajaran lapangan sebanyak 100 jam (8%). Totalnya 232 jam atau 19,33%, melebihi batas yang diperbolehkan," lanjut Kombes Dede Yudi Ferdiansyah.
Dalam rapat DPR, pihak SPN Polda Jabar bagian Psikologi SDM, Ipda Ferren juga menyebut bahwa Valyano menunjukkan tanda-tanda Narcissistic Personality Disorder (NPD) atau gangguan kepribadian narsistik.
Salah satu indikasi yang disebutkan adalah kebiasaannya ingin mendapatkan perlakuan khusus.
Misalnya, ketika mengalami sakit gigi saat pendidikan, Valyano menolak dirawat di rumah sakit kepolisian dan meminta dirawat di rumah sakit swasta yang lebih mahal.
Selain itu, ia juga pernah meminta siswa lain untuk memukulnya dengan sapu lidi agar terlihat seperti korban penganiayaan oleh pengasuh.
BACA JUGA:Polisi Tewas Secara Misterius Usai Dijemput BNN, Keluarga Merasa Ada Kejanggalan!
Namun, setelah dilakukan investigasi, tidak ditemukan bukti bahwa ia mengalami kekerasan seperti yang diklaim ibunya.