bacakoran.co - saat tiba, daging kurban menjadi makanan yang dinanti banyak orang.
selain memiliki nilai ibadah dan sosial, daging ini sering kali dianggap lebih lezat dan bergizi.
namun, banyak yang bertanya-tanya mengapa rasa dan aroma berbeda dibandingkan dengan daging yang dijual di pasar atau supermarket.
perbedaan ini ternyata bukan sekadar sugesti, ternyata ada faktor ilmiah di baliknya!
perubahan yang menjadi kunci rasa daging kurban
belum lama ini, seorang dokter hewan yang aktif di tiktok @doknut, membagikan penjelasan ilmiah mengenai fenomena ini.

tiktok @doknut, membagikan penjelasan ilmiah mengenai perbedaan bau daging kurban dengan daging biasa di pasaran--tangkapan layar bacakoran.co
menurutnya, perbedaan rasa pada daging kurban berkaitan dengan proses biologis yang terjadi setelah pemotongan.
saat hewan masih hidup, jaringan tubuhnya memiliki ph normal sekitar 7.
namun, ketika hewan disembelih, aliran darah terhenti dan suplai oksigen ke jaringan pun berhenti.
proses yang disebut glycolysis terjadi, di mana glikogen dalam tubuh berubah menjadi asam laktat.
selama 18–24 jam, ph daging akan turun menjadi 5,4–5,7—kondisi ini disebut ph ultimate, yang berperan dalam menentukan tekstur dan cita rasa daging.
setelah melewati fase ini, ph akan naik kembali ke angka 6,5, menandai awal proses pembusukan.
stres hewan sebelum disembelih memengaruhi kualitas daging
selain faktor biologis, tingkat stres yang dialami hewan sebelum pemotongan turut memengaruhi tekstur, rasa, dan ketahanan daging.
stres ini terbagi menjadi dua kategori:
1. stres jangka panjang
terjadi akibat perjalanan jauh, lingkungan kandang yang tidak nyaman, atau suhu ekstrem.
akibatnya, glikogen dalam tubuh terkuras habis sebelum pemotongan, membuat ph ultimate lebih tinggi (di atas 6).
hal ini menyebabkan daging lebih kering, lebih gelap, dan lebih cepat membusuk.
2. stres jangka pendek
biasanya terjadi karena penanganan yang tidak benar, seperti hewan mendengar suara penyembelihan atau diperlakukan kasar.
stres ini menguras glikogen dengan sangat cepat, sehingga ph daging turun drastis dalam waktu singkat (kurang dari 1 jam).
akibatnya, warna daging menjadi lebih pucat, teksturnya lebih lembek, dan lebih rentan terhadap pertumbuhan bakteri.
pentingnya standar pemotongan hewan
dokter nadira menjelaskan bahwa pemotongan hewan yang ideal sebaiknya dilakukan di rumah potong hewan (rph) karena sudah memiliki standar operasional prosedur (sop) untuk memastikan kesejahteraan hewan dan kualitas daging tetap terjaga.
sayangnya, tidak semua daerah memiliki rph, sehingga pemotongan di luar tempat resmi tetap diperbolehkan saat idul adha, meski standar pemotongan tidak selalu terjamin.
untuk menjaga kualitas daging kurban, disarankan agar masyarakat segera mengolah dan mengonsumsinya selagi masih segar.
hindari mengonsumsi daging langsung setelah pemotongan—beri waktu agar otot lebih rileks sebelum dimasak.