Oknum TNI Bunuh Pelajar di Medan, Vonis Hukuman Ringan Tuai Tangisan Ibu Korban Minta Keadilan
Vonis 10 bulan untuk oknum TNI yang aniaya pelajar hingga tewas picu tangis ibu korban./Kolase Bacakoran.co--Youtube Tribun MedanTV
Korban dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu (25/5/2024), sehari setelah kejadian.
Laporan resmi atas insiden tersebut dibuat oleh Lenny Damanik ke Denpom I/5 pada 28 Mei 2024 dengan nomor TBLP-58/V/2024.
Putusan Hakim dan Reaksi Publik
BACA JUGA:Viral Video Patwal Polisi Militer Diduga Sebabkan Tabrakan, TNI Telusuri Kronologi Lengkap
BACA JUGA:Waduh, Air Mancur Thamrin Jadi Kolam Renang Dadakan, Warga dan Anak-anak Nyebur Usai Parade HUT TNI
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Letkol Ziky Suryadi menyatakan bahwa Sertu Riza Pahlevi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena kealpaannya menyebabkan kematian orang lain.
“Menyatakan perbuatan terdakwa yaitu Riza Pahlivi terbukti bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaan menyebabkan kematian orang lain, pidana penjara selama 10 bulan,” ujar Ziky.
Selain hukuman penjara, terdakwa juga diwajibkan membayar restitusi kepada Lenny Damanik sebesar Rp 12,7 juta.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan oditur militer yang sebelumnya menuntut hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sertu Riza diberi waktu selama tujuh hari untuk menyatakan sikap apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut.
“Apabila dalam masa putusan ini belum menerima, anda dapat menyatakan banding. Apabila saat ini belum dapat mengambil keputusan, anda dapat berpikir-pikir diberi waktu selama 7 hari dimulai dari besok. Pada hari ke-delapan apabila tidak menyatakan sikap artinya dianggap menerima,” jelas hakim.
Vonis ringan terhadap pelaku penganiayaan yang menyebabkan kematian seorang anak ini memicu sorotan publik, terutama setelah Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyatakan bahwa “hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah.”
Pernyataan tersebut menjadi relevan dalam konteks kasus ini, di mana keluarga korban merasa keadilan belum sepenuhnya ditegakkan.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya reformasi dalam sistem hukum dan perlindungan anak di Indonesia.
Banyak pihak berharap agar proses banding dapat memberikan putusan yang lebih adil dan mencerminkan rasa keadilan bagi keluarga korban.