bacakoran.co

7 Tahun Penjara Menanti Tom Lembong, Hanya Karena Tak Mengaku Bersalah?

7 Tahun Penjara Menanti Tom Lembong? Hanya Karena Tak Mengaku Bersalah?--detikNews - detikcom

BACAKORAN.CO - Dalam lanjutan proses hukum terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung menyatakan bahwa ketidakmengakuan bersalah dari pihak terdakwa terkait kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015–2016 menjadi salah satu pertimbangan memberatkan dalam tuntutan mereka. 

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat, 4 Juli 2025, JPU menuntut hukuman penjara selama tujuh tahun terhadap Tom Lembong atas dugaan pelanggaran hukum dalam pelaksanaan impor gula yang dianggap merugikan negara.

Pernyataan jaksa tersebut menuai reaksi kritis dari sejumlah pihak, salah satunya datang dari pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. 

Ia menilai bahwa menjadikan ketidakmengakuan bersalah sebagai alasan untuk memperberat tuntutan merupakan tindakan yang tidak tepat secara prinsip hukum. 

BACA JUGA:Israel Kirim Delegasi ke Qatar, Hamas Ajukan 3 Syarat Gencatan Senjata di Jalur Gaza!

BACA JUGA:Lagi, Alex Noerdin Kembali Menjadi Tersangka, Kini Terjerat Kasus Korupsi Pasar Cinde!

Menurut Fickar, dalam sistem peradilan pidana, mengakui atau tidak mengakui perbuatan yang dituduhkan adalah hak konstitusional setiap terdakwa.

"Jaksa dalam hal ini tampaknya mengambil pendekatan yang terlalu subjektif dan sempit. Adalah hal yang wajar bila seorang terdakwa membela diri dan menyatakan bahwa tindakannya bukan merupakan bentuk kejahatan, terutama bila tindakannya itu berlandaskan kebijakan atau instruksi dari atasan," jelasnya, dikutip bacakoran.co dari Disway.id, Minggu, 6 Juli 2025.

Lebih lanjut, Fickar juga menyinggung bahwa semestinya jaksa menyerang argumen substansial yang mendasari pembelaan terdakwa, bukan sekadar sikap tidak mengaku bersalah. 

Ia menilai bahwa kelemahan ini menunjukkan kemungkinan bahwa JPU dalam kasus ini belum cukup berpengalaman dalam merancang strategi hukum yang lebih komprehensif dan objektif.

BACA JUGA:Makin Panas! Ini Penyebab Ratusan Ojol Serbu Rumah 'Costumer' Diduga Gegara Aniaya Driver Ojek Online

BACA JUGA:Gila, Politikus Israel Cap Anak-anak Gaza adalah Musuh, Begini Pernyataannya!

Dalam surat tuntutannya, jaksa menyatakan bahwa Tom Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. 

Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

7 Tahun Penjara Menanti Tom Lembong, Hanya Karena Tak Mengaku Bersalah?

Ayu

Ayu


bacakoran.co - dalam lanjutan proses hukum terhadap mantan menteri perdagangan, thomas trikasih lembong, jaksa penuntut umum (jpu) dari kejaksaan agung menyatakan bahwa ketidakmengakuan bersalah dari pihak terdakwa terkait kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015–2016 menjadi salah satu pertimbangan memberatkan dalam tuntutan mereka. 

dalam persidangan yang digelar di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) jakarta pada jumat, 4 juli 2025, jpu menuntut hukuman penjara selama tujuh tahun terhadap tom lembong atas dugaan pelanggaran hukum dalam pelaksanaan impor gula yang dianggap merugikan negara.

pernyataan jaksa tersebut menuai reaksi kritis dari sejumlah pihak, salah satunya datang dari pakar hukum pidana dari universitas trisakti, abdul fickar hadjar. 

ia menilai bahwa menjadikan ketidakmengakuan bersalah sebagai alasan untuk memperberat tuntutan merupakan tindakan yang tidak tepat secara prinsip hukum. 

menurut fickar, dalam sistem peradilan pidana, mengakui atau tidak mengakui perbuatan yang dituduhkan adalah hak konstitusional setiap terdakwa.

"jaksa dalam hal ini tampaknya mengambil pendekatan yang terlalu subjektif dan sempit. adalah hal yang wajar bila seorang terdakwa membela diri dan menyatakan bahwa tindakannya bukan merupakan bentuk kejahatan, terutama bila tindakannya itu berlandaskan kebijakan atau instruksi dari atasan," jelasnya, dikutip bacakoran.co dari disway.id, minggu, 6 juli 2025.

lebih lanjut, fickar juga menyinggung bahwa semestinya jaksa menyerang argumen substansial yang mendasari pembelaan terdakwa, bukan sekadar sikap tidak mengaku bersalah. 

ia menilai bahwa kelemahan ini menunjukkan kemungkinan bahwa jpu dalam kasus ini belum cukup berpengalaman dalam merancang strategi hukum yang lebih komprehensif dan objektif.

dalam surat tuntutannya, jaksa menyatakan bahwa tom lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) jo. 

pasal 18 undang-undang tindak pidana korupsi, jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 kitab undang-undang hukum pidana (kuhp). 

meskipun demikian, jpu memutuskan untuk tidak membebankan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada tom lembong.

keputusan ini, menurut jpu, didasarkan pada fakta bahwa keuntungan finansial dari tindak pidana tersebut lebih banyak dinikmati oleh pihak swasta yang turut terlibat dalam proses impor ilegal tersebut.

 

oleh karena itu, beban pembayaran uang pengganti dalam kasus ini dialihkan kepada para pihak swasta yang telah memperoleh keuntungan langsung dari praktik koruptif tersebut.

sejumlah petinggi perusahaan swasta yang terlibat telah disebut dalam persidangan, termasuk direktur utama pt angels products tony wijaya, direktur pt makassar tene then surianto eka prasetyo, serta direktur utama pt sentra usahatama jaya hansen setiawan. 

mereka diduga telah secara aktif terlibat dalam praktik korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara yang mencapai angka fantastis, yakni rp578 miliar.

jaksa menjelaskan bahwa pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti akan dikenakan pada pihak-pihak swasta tersebut, sesuai dengan jumlah keuntungan atau harta yang diperoleh dari tindak pidana dimaksud. 

penuntutan terhadap masing-masing terdakwa dilakukan secara terpisah untuk memfokuskan pertanggungjawaban berdasarkan peran individual mereka dalam skema impor ilegal.

kasus ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian publik, khususnya karena melibatkan tokoh publik dan menyangkut persoalan besar seperti ketahanan pangan dan tata kelola impor yang transparan. 

kritik terhadap pendekatan jaksa serta keputusan untuk memfokuskan tuntutan ke pihak swasta menambah dimensi kompleks dalam penegakan hukum kasus ini.

Tag
Share