Pertamina Tak Terima Dibilang BBM Oplosan, Tapi Blending di Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak, Apa Bedanya?

PT Pertamina tegas membantah jika isu Pertamax yang beredar di masyarakat adalah BBM oplosan, namun menyebut blending dalam kasus korupsi tata kelola minyak.--tangkapan layar @update pro/youtube
Jika blending adalah praktik standar, mengapa dalam kasus korupsi ini dianggap sebagai pelanggaran?
Kasus Korupsi Blending RON 92: Pejabat Pertamina Jadi Tersangka
BACA JUGA:Sosok Riva Siahaan Dirut Pertamina Tersangka Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak, Hartanya Disorot!
Sementara itu, di media sosial, netizen ramai membahas dugaan "BBM oplosan" setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus dugaan korupsi dalam pengadaan RON 92 (Pertamax).
Sejumlah petinggi Pertamina telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Riva Siahaan (RS) yang menjabat Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), YF (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), dan AP (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional).
Pihak swasta yang juga terseret dalam kasus ini diantaranya MKAN (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa), DW (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim), dan YRJ (Komisaris PT Jenggala Maritim & Dirut PT Orbit Terminal Mera)
Menurut Kejagung, tersangka RS membeli bahan bakar dengan RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah, lalu melakukan blending di storage/depo untuk meningkatkan kadar oktan menjadi RON 92 (Pertamax).
Praktik ini dianggap ilegal karena tidak sesuai ketentuan.
"Tersangka RS melakukan pembelian Ron 90 atau lebih rendah, lalu dilakukan blending di storage untuk menjadi Ron 92. Hal ini tidak diperbolehkan," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar.