PHK Massal di Gedung Putih: 4.000 Pegawai Federal Dipecat, Trump Disebut Sengaja Picu Kekacauan Politik
PHK massal di gedung putih dimana 4.000 pegawai federal dipecat, trump disebut sengaja picu kekacauan politik--
BACAKORAN.CO - Kabar mengejutkan datang dari Washington D.C. Gedung Putih Amerika Serikat (AS) resmi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap ribuan pegawai federal.
Langkah ini memicu gelombang kontroversi baru di tengah ketegangan politik antara pemerintahan Presiden Donald Trump dan Partai Demokrat yang terus berseteru soal penutupan layanan pemerintah (government shutdown).
Dilansir dari AFP, Sabtu (11/10/2025), Kantor Manajemen dan Anggaran (Office of Management and Budget/OMB) yang dipimpin Russell Vought menyebutkan bahwa pemutusan kerja ini “akan sangat besar” namun belum merinci secara pasti departemen mana yang paling terdampak.
Namun, dokumen pengadilan yang terungkap pada Jumat menunjukkan bahwa lebih dari 4.000 pegawai federal telah dipecat, termasuk sekitar 1.000 orang di Departemen Keuangan serta 1.000 pegawai di Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS).
BACA JUGA:Gak Kapok! Ammar Zoni Kembali Tersandung Kasus Narkoba di Rutan Salemba, Terancam Hukuman Mati
Langkah ini dilakukan di tengah kebuntuan panjang antara Trump dan kubu oposisi Demokrat terkait anggaran pemerintah yang belum disetujui, sehingga membuat banyak layanan publik berhenti total.
Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Trump menegaskan bahwa kebijakan ini bukan tanpa alasan.
Ia menyebut langkah tersebut sebagai “bentuk tekanan politik” terhadap Partai Demokrat agar menghentikan kebijakan yang dianggapnya menghambat jalannya pemerintahan.
“Jumlah orang yang dipecat akan banyak, dan sebagian besar berasal dari kubu Demokrat karena kami tahu siapa yang memulai semua ini,” ujar Trump lantang.
BACA JUGA:Kejagung Akhirnya Angkat Suara, Ini Sosok Yang Serahkan Uang Pengembalian Kasus Korupsi Laptop?
Pernyataan itu sontak menuai kritik keras dari berbagai pihak yang menilai langkah tersebut bukan solusi, melainkan strategi politik yang berisiko tinggi dan bisa memperburuk kondisi layanan publik di AS.
Pihak oposisi, terutama dari Partai Demokrat di Kongres, menilai kebijakan tersebut sebagai tindakan intimidatif yang berlebihan.