bacakoran.co

Uji Materi Syarat Capres Ditolak, Mahkamah Konstitusi Tegaskan Tidak Perlu Pendidikan Tinggi

Mahkamah Konstitusi menolak gugatan menguji konstitusionalitas persyaratan pendidikan minimal Capres dan Cawapres--MK

BACAKORAN.CO - Mahkamah Konstitusi resmi menolak gugatan yang menguji konstitusionalitas persyaratan pendidikan minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). 

Permohonan tersebut diajukan oleh konsultan hukum Hanter Oriko Siregar dan mahasiswa Horison Sibarani yang menganggap ketentuan tersebut perlu direvisi.

Dalam putusannya, Ketua MK Suhartoyo menyatakan "Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," saat membacakan amar putusan Nomor 87/PUU-XXIII/2025 di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis lalu. 

Para pemohon menguji Pasal 169 huruf r UU Pemilu yang menyatakan, “Persyaratan menjadi capres dan cawapres adalah: berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat.”

BACA JUGA:Tangkap 3 Pelaku Spesialis Curanmor 2 Ditembak, Polisi Sebut Sudah Belasan Kali Beraksi

BACA JUGA:Kerugian Negara Sentuh Rp1,98 Triliun, 4 Tersangka Diciduk Kejagung dalam Korupsi Laptop Chromebook!

Pemohon meminta agar Mahkamah memberikan makna baru terhadap norma itu dengan menambahkan frasa "berpendidikan paling rendah lulusan sarjana strata satu (S-1) atau yang sederajat." 

Mereka beranggapan, ketentuan yang ada saat ini terlalu longgar dan perlu diperketat agar calon presiden maupun wapres memenuhi standar pendidikan tertentu.

Namun, MK menegaskan bahwa pemaknaan baru yang diminta justru akan membatasi peluang partai politik dalam menyusun calon presidennya.

 "Pasal 169 huruf r UU Pemilu sama sekali tidak menutup kesempatan bagi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk mengajukan calon dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi," jelas Hakim Ridwan Mansyur.

BACA JUGA:Tak Satupun Siswa Baru Mendafar di SDN 6 Kayuagung, Guru Kelas Terpaksa Pindah

BACA JUGA:Hasil Penyelidikan Jatuhnya Air India, Ungkap Pilot Pesawat Saat Itu Ada Riwayat Kesehatan Mental

Dengan kata lain, syarat pendidikan minimum saat ini bersifat umum dan tidak membatasi pencalonan calon yang memiliki pendidikan di atas SMA atau sederajat.

Mahkamah menegaskan, jika ketentuannya disusun kembali menjadi "lulusan sarjana strata satu (S-1) atau yang sederajat," maka peluang calon dari berbagai latar belakang pendidikan tinggi juga akan dibatasi. 

Uji Materi Syarat Capres Ditolak, Mahkamah Konstitusi Tegaskan Tidak Perlu Pendidikan Tinggi

Deby Tri

Deby Tri


bacakoran.co - mahkamah resmi menolak gugatan yang menguji konstitusionalitas persyaratan pendidikan minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). 

permohonan tersebut diajukan oleh konsultan hukum hanter oriko siregar dan mahasiswa horison sibarani yang menganggap ketentuan tersebut perlu direvisi.

dalam putusannya, ketua mk suhartoyo menyatakan "menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," saat membacakan amar putusan nomor 87/puu-xxiii/2025 di ruang sidang mk, jakarta, kamis lalu. 

para menguji pasal 169 huruf r uu pemilu yang menyatakan, “persyaratan menjadi capres dan cawapres adalah: berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat.”

pemohon meminta agar mahkamah memberikan makna baru terhadap norma itu dengan menambahkan frasa "berpendidikan paling rendah lulusan sarjana strata satu (s-1) atau yang sederajat." 

mereka beranggapan, ketentuan yang ada saat ini terlalu longgar dan perlu diperketat agar calon presiden maupun wapres memenuhi standar pendidikan tertentu.

namun, mk menegaskan bahwa pemaknaan baru yang diminta justru akan membatasi peluang partai politik dalam menyusun calon presidennya.

 "pasal 169 huruf r uu pemilu sama sekali tidak menutup kesempatan bagi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk mengajukan calon dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi," jelas hakim ridwan mansyur.

dengan kata lain, syarat pendidikan minimum saat ini bersifat umum dan tidak membatasi pencalonan calon yang memiliki pendidikan di atas sma atau sederajat.

mahkamah menegaskan, jika ketentuannya disusun kembali menjadi "lulusan sarjana strata satu (s-1) atau yang sederajat," maka peluang calon dari berbagai latar belakang pendidikan tinggi juga akan dibatasi. 

"apabila pemaknaan norma pasal 169 huruf r uu 7/2017 diubah sebagaimana petitum para pemohon, kandidat yang dapat diajukan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden hanya terbatas pada kandidat yang telah lulus sarjana strata satu atau sederajat," tambah ridwan.

lebih penting lagi, mk menyatakan bahwa ketentuan syarat pendidikan minimum ini tidak berpengaruh terhadap hak pemilih. 

artinya, warga negara tetap bebas memilih kandidat sesuai preferensinya tanpa terbatas latar belakang pendidikan mereka. 

mk juga mengingatkan sejak pemilu 2004, banyak calon presiden dan wapres dengan pendidikan lebih tinggi dari sma turut berlaga, dan pemilih pun memilih mereka.

hakim ridwan menyampaikan bahwa tidak ada persoalan konstitusional dengan norma di pasal 169 huruf r uu pemilu ini. 

"pasal 6 ayat (2) uud 1945 mendelegasikan pembentuk undang-undang untuk mengatur jalur calon presiden dan wapres secara lebih rinci," ujarnya. 

pembuat undang-undang berhak mengatur syarat lain yang dianggap perlu demi keberlangsungan demokrasi dan aspirasi bangsa.

sementara itu, ketua mk suhartoyo menyatakan berbeda pendapat dengan putusan mayoritas.

"para pemohon dalam perkara ini seharusnya tidak dapat diberikan kedudukan hukum sehingga mahkamah tidak perlu mempertimbangkan pokok permohonan," tutur suhartoyo.

dengan demikian, putusan mk menegaskan bahwa syarat pendidikan paling rendah bagi calon presiden dan wakil presiden masih cukup fleksibel dan tidak perlu diubah. 

Tag
Share