bacakoran.co - seorang ibu dari kalangan warga biasa dengan lantang menyuarakan dukungannya terhadap , sambil mengkritik keras kpai yang ia anggap tidak adil dan pilih kasih.
kebijakan kontroversial yang diambil gubernur jawa barat, dedi mulyadi, untuk mengirim siswa ‘nakal’ ke barak militer sebagai bentuk pembinaan disiplin, menuai reaksi beragam.
salah satu pihak yang menentangnya adalah komisi perlindungan anak indonesia ().
dari kpai disampaikan oleh komisioner kpai bidang pendidikan, aris adi leksono, yang menyarankan agar kebijakan pengiriman anak ke barak militer dijadikan opsi terakhir.
menurutnya, seluruh mekanisme pembinaan anak seharusnya ditempuh terlebih dahulu secara maksimal sebelum memilih tindakan tegas semacam itu.

video seorang ibu lantang kritik kpai yang dinilai pilih kasih dan bela dedi mulyadi soal kebijakan kirim siswa ‘nakal’ ke barak militer--instagram @fakta.indo
namun, sebuah video yang diunggah akun instagram @fakta.indo pada 1 juni 2025 justru memperlihatkan reaksi sebaliknya dari masyarakat.
seorang ibu dalam video tersebut mengungkapkan kekesalannya terhadap kpai, yang menurutnya hanya tanggap bila kasus yang ditangani melibatkan anak dari kalangan elite.
“kpai mah giliran orang kaya, anak artis, anak pejabat, itu kalau ada apa-apa gercep diurusin sama kpai. tapi giliran orang miskin, rakyat kecil, itu diurusinnya harus nunggu viral dulu, alasannya harus dikaji dulu, ini dulu, itu dulu,” keluh sang ibu.
pernyataan tersebut sontak mengundang banyak respons dari warganet.
mayoritas komentar justru menunjukkan dukungan terhadap pernyataan ibu itu.
banyak yang menganggap kpai tidak konsisten dan hanya muncul ketika kasus anak menjadi viral di media sosial.
tak berhenti di situ, sang ibu juga mempertanyakan sikap kpai yang tampak menghambat kebijakan dedi mulyadi.
ia melihat bahwa langkah sang gubernur adalah bentuk nyata pembelaan terhadap rakyat kecil yang seringkali luput dari perhatian.
“kpai kalau tidak bisa membantu program gubernur jawa barat, dedi mulyadi saat ini, tolong jangan dipersulit, tolong jangan dihalangi,” tegasnya.
ia bahkan menantang kpai untuk turun langsung melihat kondisi riil di masyarakat, bukan hanya mengomentari dari balik meja atau media.
“makanya kpai sekali-kali turun dong ke masyarakat, lihat realita di masyarakat seperti apa…” lanjutnya.
dalam penutup komentarnya, sang ibu secara blak-blakan mempertanyakan eksistensi lembaga tersebut yang menurutnya tidak lagi memiliki fungsi jelas.
“giliran udah ada yang bantu, baru heboh. itu kpai fungsinya apa sih? bisa gak sih dibubarin aja kalau kayak gitu cara kerjanya? gak berfungsi.” tandasnya.
pernyataan itu mengundang gelombang dukungan dari berbagai kalangan masyarakat.
netizen menyebut bahwa kritik terhadap kpai bukan sekadar emosi, tapi berdasarkan pengalaman nyata. salah satu pengguna media sosial bernama teh ima menulis.
“kalau anak artis atau pejabat cepat ditangani, tapi kalau rakyat kecil, nunggu viral dulu baru gerak.”
komentar tersebut mewakili sentimen publik yang kecewa terhadap sikap selektif lembaga perlindungan anak ini.
"kpai sama komnas ham emang cocok bu, kalo ada uangnya mereka pada melek," komentar akun instagram @mhnrik***.
"gak heran kpai disembur abis abisan ama kdm lah kerjanya aja pilih kasih," kata akun instagram @vangar***.
"bubarkan kpai!!!! kebanyakan teori tanpa action nyata."
"bubarkan aja makan gaji buta."
"ayo banyakin konten kritik masukan buat kpai sipaling dekat dan melindungi."
tak sedikit yang menandai akun resmi @kpai_official dan bahkan akun pribadi ketua kpai, ai maryati, dalam unggahan mereka.
namun, alih-alih memberi penjelasan, akun pribadi @solihahaimaryati justru menutup kolom komentarnya.
sementara itu, di suatu forum, kpai juga turut menegaskan bahwa tugasnya adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan anak, bukan menjalankan program.
ketua kpai ai maryati solihah menyampaikan hal ini sebagai respons atas pernyataan gubernur jawa barat, kang dedi mulyadi (kdm), yang menilai kpai hanya mengkritik tanpa menawarkan solusi terkait anak-anak bermasalah.
tindakan tersebut semakin memperburuk citra kpai di mata publik.
banyak yang menilai lembaga ini enggan menerima kritik, padahal seharusnya menjadi representasi suara anak dan masyarakat.
kasus ini menjadi refleksi mendalam bagi lembaga negara seperti kpai untuk mengevaluasi kembali cara kerja dan pendekatannya. perlindungan anak tidak boleh membeda-bedakan latar belakang sosial atau popularitas.
semua anak, baik dari kalangan biasa maupun pejabat, berhak mendapat perlakuan dan perhatian yang sama.