Heboh, Netizen Salfok Video Terbaru Gibran di Youtube Panen Lebih Banyak Like Dibanding Views: Suntik Like?

Netizen Salfok Video Terbaru Gibran di Youtube Panen Lebih Banyak Like Dibanding Views: Suntik Like?--Kolase
"Yang nonton 13rb tapi like-nya 45rb. Emang ajibb satu orang ini. Jangankan indonesia, youtube aja bisa di kadalin, emang toppp entee," cuit akun dikiram***.
Fenomena jumlah like yang jauh lebih tinggi dibanding views di video Youtube Gibran menimbulkan dugaan publik soal kemungkinan penggunaan bot atau jasa "suntik like".
BACA JUGA:7 Rekomendasi Drama China Populer yang Seru dan Ga Bikin Bosen, Auto Betah Deh!
BACA JUGA:Bukan DANA Paylater, Begini Cara Baru Pinjam Saldo DANA yang Resmi Diawasi OJK, No Pinjol-pinjol!
Sementara itu, beberapa pengguna juga menyebut kemungkinan lain, seperti kesalahan sistem algoritma Youtube atau delay data antara views dan like yang terkadang memang terjadi.
Namun, terpantau hingga saat ini jumlah like dalam video terbaru Gibran telah sesuai dengan angka views yang kini mencapai 50 ribu likes dengan 203 ribu views.
Terlepas dari polemik like dan views, video Youtube Gibran sebenarnya mengangkat topik serius tentang hilirisasi nasional.
Gibran menjelaskan bahwa pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi 2025 untuk mendorong investasi besar-besaran hingga Rp407 triliun.
Jumlah itu merupakan jumlah dari hampir seperempat dari total investasi nasional.
BACA JUGA:10 Rekomendasi Drama China Tentang Anak Sekolah yang Seru dan Bikin Baper, Auto Nostalgia Nih Bro!
"Karena untuk hilirisasi kita butuh investasi, percepatan ini harus didorong dengan meningkatkan skill angkatan kerja kita. Kita butuh anak bangsa yang ahli dan terampil di bidang sains, teknologi, AI, bahkan matematika untuk isi posisi strategis industri ini," kata doa.
Wapres Ri itu menegaskan bahwa Indonesia telah dianugerahi sumber daya alam yang berlimpah, dari nikel hingga rumput laut, yang menyimpan potensi ekonomi luar biasa untuk dikelola dengan baik.
Namun, menurutnya ternyata hal itu belum cukup karena yang menjadi tantangan saat ini yaitu perihal pengelolaan kekayaan alam agar mendapatkan nilai tambah dengan maksimal.
Ia mencontohkan bagaimana bauksit yang diekspor sebagai bahan mentah tidak membuat keuntungan optimal serta bagaimana daun teh yang diolah dan dikemas mempunya potensi nilai ekonomi yang lebih tinggi dibanding bentuk mentahannya.