bacakoran.co

Heboh ‘Pertamax Rasa Pertalite’ di Korupsi Tata Kelola Minyak, Pertamina Buka Suara!

Pertamina membantah isu adanya BBM oplosan Pertamax rasa Pertalite di tengah skandal korupsi tata kelola minyak. BBM yang beredar dipastikan memenuhi standar yang ditetapkan.--istimewa

"Narasi oplosan yang berkembang tidak sesuai dengan fakta kasusnya. Kejaksaan Agung lebih menyoroti pembelian RON 90 dan RON 92 dalam konteks impor, bukan pencampuran BBM," tegasnya.

Skandal Minyak: Korupsi, Impor, dan Kerugian Negara

BACA JUGA:Kejagung Tetapkan 7 Tersangka dalam Dugaan Korupsi Pertamina, Kerugian Capai Rp 197 Triliun, ini Daftar Namany

BACA JUGA:Kado Tahun Baru, BBM Campur Sawit 40% Mulai Berlaku 1 Januari 2025, Pertamina Siapkan 2 Kilang Utama!

Penyelidikan Kejaksaan Agung mengungkap, selama periode 2018-2023, Pertamina diwajibkan membeli minyak mentah dari dalam negeri sebelum melakukan impor.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2018.

Namun, para tersangka dalam kasus ini, termasuk RS (Dirut Pertamina Patra Niaga), SDS (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang

Pertamina Internasional), dan AP (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional), diduga memanipulasi rapat internal untuk mengurangi produksi kilang dalam negeri.

BACA JUGA:7 Langkah Mendaftar Barcode Pertamina Tanpa Aplikasi Secara Online, Simak di Sini

BACA JUGA:Viral! Sejumlah Mobil Rusak Diduga Akibat Pakai Pertamax, Kok Bisa? Cek Disini Jenis SPBU Pertamina

Akibatnya, pasokan dalam negeri tak terserap, dan Pertamina justru memilih mengimpor minyak mentah dengan harga lebih mahal.

Lebih parah lagi, minyak mentah yang diproduksi oleh kontraktor dalam negeri (KKKS) ditolak dengan alasan tidak sesuai spesifikasi dan kurang ekonomis.

Padahal faktanya masih layak untuk diolah.

Akibat kebijakan ini, minyak dalam negeri malah diekspor, sementara Pertamina memilih impor dengan harga lebih tinggi.

BACA JUGA:Setelah Diangkat Menjadi Direktur Utama PT Pertamina , Begini Ungkap Simon Aloysius Mantiri

Heboh ‘Pertamax Rasa Pertalite’ di Korupsi Tata Kelola Minyak, Pertamina Buka Suara!

Ramadhan Evrin

Ramadhan Evrin


bacakoran.co – isu mengenai 'pertamax rasa pertalite' yang beredar luas di media sosial (medsos).

netizen pun ramai mempertanyakan kualitas pertamax yang dituding memiliki kandungan ron lebih rendah, hanya standar pertalite.

pun angkat bicara soal isu tersebut.

perusahaan energi plat merah ini membantah keras kabar tersebut dan menegaskan jika bahan bakar yang beredar di masyarakat telah memenuhi standar yang ditetapkan.

kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pt pertamina yang melibatkan sejumlah pejabat dalam periode 2018-2023 turut menyeret bbm jenis ron 90 dan ron 92 ke dalam pusaran skandal ini.

kejaksaan agung menemukan adanya manipulasi bahan bakar, di mana ron 90 (pertalite) dipasarkan sebagai ron 92 (pertamax).

pertamina: tidak ada oplosan, hanya disinformasi!

menanggapi isu yang berkembang, vp corporate communication pertamina, fadjar djoko santoso menegaskan jika produk bbm yang dijual kepada masyarakat tetap sesuai standar pemerintah.

"kualitas pertamax (ron 92) yang dipasarkan saat ini sudah memenuhi spesifikasi yang ditentukan dan diuji oleh lemigas. tidak ada yang namanya 'pertamax rasa pertalite'," ujar fadjar seperti dilansir dari detikfinance.

ia pun menambahkan jika permasalahan yang tengah diusut kejaksaan agung bukanlah soal oplosan, melainkan terkait proses impor bbm, khususnya pertalite dan pertamax.

"narasi oplosan yang berkembang tidak sesuai dengan fakta kasusnya. kejaksaan agung lebih menyoroti pembelian ron 90 dan ron 92 dalam konteks impor, bukan pencampuran bbm," tegasnya.

skandal minyak: korupsi, impor, dan kerugian negara

penyelidikan kejaksaan agung mengungkap, selama periode 2018-2023, pertamina diwajibkan membeli minyak mentah dari dalam negeri sebelum melakukan impor.

aturan ini tertuang dalam peraturan menteri esdm no. 42 tahun 2018.

namun, para tersangka dalam kasus ini, termasuk rs (dirut pertamina patra niaga), sds (direktur feedstock and product optimization pt kilang

pertamina internasional), dan ap (vp feedstock management pt kilang pertamina internasional), diduga memanipulasi rapat internal untuk mengurangi produksi kilang dalam negeri.

akibatnya, pasokan dalam negeri tak terserap, dan pertamina justru memilih mengimpor minyak mentah dengan harga lebih mahal.

lebih parah lagi, minyak mentah yang diproduksi oleh kontraktor dalam negeri (kkks) ditolak dengan alasan tidak sesuai spesifikasi dan kurang ekonomis.

padahal faktanya masih layak untuk diolah.

akibat kebijakan ini, minyak dalam negeri malah diekspor, sementara pertamina memilih impor dengan harga lebih tinggi.

modus korupsi: mark-up dan kongkalikong dengan broker

tak hanya itu, penyidik juga menemukan adanya persekongkolan antara pejabat pertamina dengan broker minyak.

para tersangka sengaja menaikkan harga impor (mark-up) dan memenangkan broker tertentu dalam pengadaan minyak mentah dan produk kilang.

dalam kasus ini, tersangka yf (dirut pertamina international shipping) diduga melakukan manipulasi kontrak pengiriman minyak impor, yang membuat negara harus membayar fee tambahan sebesar 13-15 persen.

"harga pembelian minyak impor jauh lebih tinggi dibandingkan harga dalam negeri, sehingga negara mengalami kerugian besar," jelas direktur penyidikan jampidsus, abdul qohar.

Tag
Share