"Bubarkan DPR!"
"Coba tanya sri mulyani, kira-kira menurut dia ini beban negara atau tidak."
"Kali ini gue respect sama beliau."
"Untuk kali ini expresi wajah pak wapres sangat mewakili sekali kami sebagai rakyatnya!"
"Mereka joget karna sudah jadi DPR, dan gajinya udah naik."
"Terlepas planga plongo nya kalo kata haters, di momen ini gua respect sama beliau. Nampaknya beliau miris ngeliat keadaan wakil rakyat yang sama sekali gak mewakili rakyat."
Netizen menilai bahwa di tengah kondisi negara yang masih menghadapi berbagai tantangan, aksi joget para wakil rakyat menunjukkan ketidaksensitifan terhadap realitas sosial.
Banyak yang mempertanyakan apakah perilaku seperti ini layak dilakukan di forum kenegaraan.
Sorotan Publik dan Tuntutan Perubahan
Momen ini menjadi titik refleksi bagi masyarakat tentang kualitas representasi politik di Indonesia.
Di saat rakyat menghadapi berbagai persoalan seperti ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, aksi joget di ruang sidang dianggap sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap amanah yang diemban.
Sorotan terhadap ekspresi Gibran juga menunjukkan bahwa diam bisa menjadi bentuk kritik yang kuat.
Tanpa kata-kata, sikapnya dianggap sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap perilaku yang tidak mencerminkan etika kenegaraan.
Aksi joget di ruang sidang bukan sekadar hiburan, tetapi mencerminkan budaya politik yang perlu dievaluasi.
Momen viral ini menjadi pengingat bahwa wakil rakyat harus menjaga martabat lembaga legislatif dan menunjukkan empati terhadap kondisi masyarakat.